Kebiadaban Nepotisme Pasca lahirnya Komisi Pemberantasan (KPK) tidak membuat praktik KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) di Indonesia kunjung reda. Semua praktik tidak terpuji tersebut sangat merugikan bangsa Indonesia tanpa kecuali. Kesempatan kali ini saya ingin membahas mengenai praktik nepotisme yang dewasa ini semakin merajalela keberadaannya.Secara harfiah nepotisme merupakan kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) rekan atau sanak saudara sendiri, terutama dalam jabatan dan pangkat di lingkungan pekerjaan. Sebenarnya praktik nepotisme sudah ada sejak lama di Indonesia, namun yang paling kental adalah pada masa Orde Baru dimana setiap pihak yang dekat dengan keluarga Cendana pasti bisa terpilih menjadi bagian dari pemerintahan. Tujuannya adalah untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto dalam memangku jabatan presiden. Itulah contoh praktik nepotisme yang dilakukan oleh salah satu tokoh bangsa dan sekaligus pernah terungkap.Nepotisme merupakan pelanggaran hak terhadap orang yang berkualitas dan tepat dalam menjalani sebuah pekerjaan tertentu. Sudah seharusnya semua pengrekrutan atau pengangkatan jabatan dilakukan secara objektif dan jujur agar instansi pekerjaan tersebut dapat maju dan berkembang.Inilah yang menjadi alasan mengapa sektor swasta lebih maju ketimbang sektor pemerintahan kita. Sebagai organisasi yang berorientasi pada keuntungan (laba) mereka tidak akan mengambil risiko dengan merekrut karyawan yang not qualified alias tidak berkualitas.Sektor pemerintahan sama halnya dengan sektor swasta seharusnya, yaitu sama-sama berorientasi pada keuntungan untuk tujuan pembangunan bersama. Apabila paradigma birokrasi kita sudah demikian niscaya rakyatnya pun akan berlomba-lomba dalam kompetensi masing-masing. Bukan apa yang seperti kita lihat sekarang, yakni yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Itu semua dikarenakan yang miskin sulit memiliki kesempatan untuk berkembang.Lalu apakah bisa praktik nepotisme yang berasal di segala lini itu dihilangkan? Jawabannya tentu saja bisa asalkan ada keinginan dari bebagai pihak. Pada perusahaan swasta, informasi mengenai lowongan pekerjaan dan hal-hal lainnya diumumkan secara terbuka dan transparan. Pada sektor pemerintahan, proses pengrekrutan yang kita lihat cenderung agak tertutup sehingga praktik “main belakang” dapat mudah dilakukan. Oleh karena itu kita perlu mengubah sistem tata penerimaan pegawai yang mengarah pada sistem yang lebih terbuka dan transparan.Selanjutnya pengubahan pada tata hukum kita, yakni harus memberi sanksi yang sangat berat kepada orang yang kedapatan melakukan praktik nepotisme. Pengawasan dan penyelidikan terhadap praktik tata hukum itu harus dilakukan secara ketat oleh KPK. Namun, pada kenyataan yang lain penangan kasus yang berhubungan dengan KKN banyak berlangsung dengan proses-proses di luar harapan. Dari hal itu yang harus diubah selanjutnya adalah sumber daya hukum di Indonesia. Orientasi hukum adalah menciptakan keadilan pada setiap masyarakat sehingga sudah sepatutnya para sajana hukum mengubah pola pikir mereka. Mereka harus sadar jika nepotisme itu hanya akan mencederai tujuan mulia dari apa yang selama ini mereka dedikasikan.Di sisi lain mental para pejabatlah yang kini harus dipertanyakan satu demi satu sebab praktik nepotisme bagi beberapa oknum pejabat itu adalah suatu kejadian yang sudah lumrah. Di Indonesia pejabat yang melakukan praktik nepotisme senang melakukan kucing-kucingan berbeda dengan di luar negeri sana, pejabat yang melakukan nepotisme berani mengundurkan diri. Contohnya saja mantan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yu Myung – Hwan yang mengundurkan diri akibat dirinya telah melakukan nepotisme. Yu mengangkat putrinya menjadi pejabat setingkat eselon 2 di indonesia secara kotroversial.Mengapa masih ada oknum pejabat kita yang melakukan tindakan demikian? Ya mungkin saja mereka ingin melihat rekan, saudara, bahkan anaknya sukses seperti dirinya. Akan tetapi, adakah mereka ingat tentang proses keberadaan bangsa ini yang merupakan perjuangan para pendahulu (founding fathers) bangsa ini. Perjuangan itu sudah sepatutnya tetap hidup dalam diri setiap generasi bangsa ini sebab pada hakekatnya orang yang ingin mengubah hidupnya dari kurang baik menjadi lebih baik harus melalui proses perjuangan.Sudah seharusnya mereka kini sadar dan berpikir tentang dampak ke depannya yang akan diterima bangsa ini. Apabila praktik nepotisme itu terus berlangsung maka yang memimpin bangsa kita ke depannya hanyalah para pemimpin “titipan”. Mereka tidak teruji secara kuantitas dan kapabilitas. Itu sangat memprihatinkan dan mengerikan mengingat bangsa kita kelak akan menjalani era persaingan pasar bebas dimana bangsa yang tidak mampu bersaing akan tersingkir dalam persaingan tersebut.Sekarang kemampuan seseorang yang akan ditempatkan pada suatu pekerjaan haruslah didasarkan pada track record. Mengingat semuanya adalah proses yang harus dijalani hingga ada suatu prestasi yang didapatkan oleh seseorang. Berkaitan dengan hukum misalnya, apabila seseorang yang ingin menjadi seorang jaksa maka dia harus mengetahui syarat apa yang diperlukan untuk menggapai keinginannya itu. Syarat mutlaknya ialah memiliki gelar strata satu (S1) hukum. Lalu ketika telah mendapatkan gelar tersebut tindakan selanjutnya adalah memenuhi syarat administrasi,mengikuti tes, hingga akhirnya pengumuman penerimaan. Jika berhasil dalam tes itu ia akan dididik menjadi seorang jaksa dan itulah yang dimaksud dengan sebuah prestasi. Orang yang melalui proses tersebut pasti ketika dalam pendidikan jaksa akan sangat menjiwai pelajaran keahlian jaksa tersebut sehingga dari semua hal itu akan melahirkan jaksa yang sesuai dengan orientasi semula dari hukum itu sendiri.Lain halnya dengan nepotisme yang hanya merusak mental dan seni sebuah perjuangan. Mungkin orang yang ingin menjadi jaksa lewat jalur nepotime akan melalui proses itu tetapi semua prosesnya mulus tanpa halangan yang berarti. Tidak ada ketegangan yang akan dirasakan karena semuanya tersaji secara instan. Dalam proses pendidikan pun akan dijalani berbeda dengan yang berhasil secara murni sebab orientasi mereka terhadap hukum pun sudah berbeda. Dan lagi-lagi ketika mereka telah menjadi jaksa, lingkaran setan nepotisme itu akan melekat pada diri mereka. Itulah yang akan secara mendarah daging dipraktikkan oleh pihak-pihak tersebut dari generasi ke generasi.Lewat ilustrasi itu saya mencoba menggambarkan apa yang ada dipikiran saya mengenai nepotisme. Sejujurnya nepotisme itu adalah tindakan biadab sebab begitu banyak anak bangsa yang bercita-cita mengabdi pada bangsa dengan berjuang setulus hati dan begitu banyak juga pihak-pihak yang membunuh cita-cita itu lewat praktik nepotisme. Banyak dari mereka yang dipupuskan cita-citanya oleh orang tua mereka karena katanya cita-cita itu tidak realistis. Menjadi polisi misalnya, banyak anak bangsa yang mempunyai potensi, namun apabila tidak memiliki dukungan kekerabatan dengan perwira polisi dan materiil maka akan tidak mungkin meraih cita-cita tersebut. Apakah itu fair ? Baik adanya apabila kitalah yang sama-sama menjawab pertanyaan itu.Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan perenungan bagi setiap mereka yang membacanya. Semua yang saya tulis didasari oleh sebuah filosofi tentang mengapa nepotisme haruslah dimusnahkan dari kehidupan kita, yakni “kesuksesan adalah hak setiap orang yang memang benar-benar memilih jalan akhir tersebut.” Jangan biarkan anak bangsa yang berpotensi terkubur cita-citanya karena orangtua mereka tidak mampu atau bukan berasal dari keluarga pejabat. Jadi, marilah kita menjunjung tinggi tujuan bersama untuk menciptakan kesejahteraan setiap elemen bangsa. Hidup Indonesia!
We appreciate you contacting us. Our support will get back in touch with you soon!
Have a great day!
Please note that your query will be processed only if we find it relevant. Rest all requests will be ignored. If you need help with the website, please login to your dashboard and connect to support